Saya sangat yakin bahwa perka 10 tahun 2025 tidak bertentangan dengan putusan MK. perka ini justru memberi makna norma pasal dalam UU kepolisian yg sudah diputus oleh majelis maupun UU ASN yang saat ini sedang di uji juga, menjadi konkrit
Bahkan dalam putusan MK dari alur pikiran yang terbaca pada pendapat beberapa majelis menyatakan bahwa frasa yang digugat tidak harus di maknai secara sempit
Dalam konteks teori hukum tentang norma, UU Polri itu terkait kebolehan menduduki jabatan sipil dan persyaratannya, bisa dimaknai sebagai norma abstrak. Dan justru menjadi norma yang konkrit dengan perka 10 tahun 2025. JJ Bruggink menyatakan semakin abstrak norma maka semakin luas wilayah penerapannya. Sebaliknya semakin konkrit maka semakin sempit wilayah penerapannya. Nah 17 jabatan yang di jabarkan dalam perka 10 tahun 2025 itu justru memberi pembatasan. Karena kalau tidak, maka norma itu akan selamanya dimaknai luas. Justru kalau tidak begitu maka putusan MK tidak jalan
Tapi saya ingin melihat sisi yang berbeda dari polemik ini. George Jellinek sebagai bapak hukum tata negara, menekankan bahwa Kalau bicara jabatan, maka kita bicara negara. Seharusnya diluar konteks sipil dan non sipil, prinsipnya adalah bahwa jabatan adalah fungsi negara.
Frasa dalam UU Polri maupun UU ASN yang memberikan “jabatan tertentu” di ASN yang bisa dijabat personil kepolisian negara RI, seharusnya dianggap sebagai amanat konstitusi yang justru memberikan “kewajiban”. Jadi mari jangan lebih melihat jabatan itu sebagai “hak”
Perka 10 ini saya justru melihat KAPOLRI sedang mengatur bahwa jabatan itu adalah “kewajiban” sehingga perlu diberi makna hukum yang konkrit sebagai suatu norma yang harus dibatasi






