Pakar Hukum Unissula Wacanakan Negara Melahirkan Mahkamah Yudisial

Pakar hukum Unissula Prof Dr Jawade Hafidz SH MH menyoroti kasus peradilan di Indonesia. Dimana akhir-akhir ini muncul banyak kasus hakim yang tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

Menurutnya seolah olah hakim menjadi orang yang paling bebas menentukan nasib orang lain. Para oknum hakim memutuskan perkara tanpa melihat unsur keadilan bagi mereka yang berperkara. Contoh banyak mantan pejabat negara yang diadili tanpa pelanggaran hukum yang jelas dan terkesan tebang pilih. Demikian juga banyak kasus pertanahan di berbagai daerah milik masyarakat yang sudah ditempati turun temurun kemudian diputus bukan milik mereka oleh pengadilan karena gugatan oleh para pemodal besar.

“Sudah saatnya menjaga dan mengawal putusan pengadilan supaya betul-betul memberikan keadilan kepada masyarakat berupa payung hukum positif yang bisa digunakan untuk mengoreksi putusan pengadilan tanpa mengabaikan keberadaan lembaga peradilan secara hierarkis,” ungkapnya di Fakultas Hukum Kampus Unissula, Rabu (6/8/2025).

Karena pada dasarnya yang diinginkan masyarakat lembaga pengadilan sebagai benteng terakhir untuk melindungi hak-hak rakyat secara adil. Namun pada kenyataannya beberapa putusan, banding, maupun kasasi Mahkamah Agung justru menimbulkan persoalan keadilan. Karena hal ini Dekan FH Unissula tersebut mengusulkan adanya Mahkamah Yudisial yang bersifat permanen bukan seperti Komisi Yudisial yang sifatnya adhoc.

“Sehingga harus ada lembaga negara semacam Mahkamah Yudisial dan dibuatkan payung hukum positifnya yang mengatur tentang kewenangan untuk memeriksa hakim yang keputusannya janggal dan tidak memenuhi rasa keadilan” jelasnya.

Guru Besar Fakultas Hukum Unissula tersebut mengusulkan adanya perubahan nomenklatur Komisi Yudisial menjadi Mahkamah Yudisial. Dimana salah satu tugas utamanya adalah memeriksa dan memberikan hukuman kepada hakim-hakim yang justru menciderai rasa keadilan masyarakat.

Selanjutnya Mahkamah Yudisial tersebut harus diisi enam unsur yang merepresentasikan masyarakat. Dan yang sudah selesai dengan kepentingan dunianya. Sehingga tidak mudah untuk dipengaruhi. “Setidaknya mereka sudah teruji dalam penegakan hukum, yang tercermin dalam enam unsur. Diantaranya unsur advokat, jaksa, polisi, hakim, kalangan akademisi, dan juga tokoh masyarakat dari organisasi keagamaan. Tokoh tokoh terkemuka yang memiliki kecakapan hukum dengan usia minimal 50 tahun,” jelasnya.