Allah Menyukai Orang Orang yang Bersuci   

Berita, Kampus2181 Views

Eduglobal.id Istinja yang sering kita pahami sebagai perbuatan membersihkan kubul atau dubur dalam bahasa Arab merupakan dari variasi dari kata Naja atau yang berarti memotong atau melepaskan diri orang yang sedang berupaya melepaskan diri dari kotoran yang menempel di anggota tubuhnya.

Adapun istinja dalam terminologi syariat adalah membersihkan sesuatu yang keluar dari kemaluan baik kubul maupun dubur.  Bisa menggunakan air maupun batu.

Hukum dan alat beristinja, ulama sepakat bahwa hukum istinja dari sisa kotoran yang menempel setelah buang hajat adalah wajib.

Dalam surat at-taubah 108 Allah berfirman “Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”.

Alat istinja untuk bersuci ada dua. Yang pertama adalah menggunakan air, yang kedua adalah batu atau benda lain yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi dengannya. yaitu benda cair suci yang berpotensi membersihkan najis yang melekat dikubul maupun Dubur dan  bukan termasuk benda yang dimuliakan seperti buku, roti dan lain lain.

Hadist Nabi Muhammad SAW “Bilamana Rasulullah saw masuk ke kamar kecil untuk buang hajat, maka saya (Anas ra) dan seorang anak seusia saya membawakan wadah berisi air dan satu tombak pendek, lalu beliau istinja dengan air tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim). (Ibnu Hajar al-Asqalani).

dalil lain yang diriwayatkan oleh Abdullah Bin Masud “Suatu ketika ketika Nabi saw buang air besar, lalu memerintahkan saya agar membawakannya tiga batu. Kebetulan, waktu itu saya hanya menemukan dua batu dan tidak menemukan satu batu lagi. Lalu saya mengambil kotoran binatang (yang sudah kering). Akhirnya, beliau pun mengambil kedua batu tersebut dan membuang kotoran binatang yang saya berikan. Bersabda, ‘Sesungguhnya kotoran binatang itu najis’.” (HR al-Bukhari).

Tata cara istinja ada tiga. Yang pertama adalah menggunakan air dan batu. Ini yang paling utama jadi sudah menggunakan batu masih menggunakan air cara ini merupakan cara yang paling utama. Batu dapat menghilangkan bentuk fisik najis.

Yang kedua menggunakan air saja.  ketiga menggunakan batu saja. ini sudah cukup untuk beristinja atau bersuci.

Adapun batu yang diperbolehkan untuk beristinja adalah suci bukan najis atau terkena najis. muraka merupakan benda padat kesat dan bukan benda yang dihormati contoh tadi makanan atau mungkin buku malah digunakan untuk beristinja

Ada ketentuan-ketentuan khusus untuk beristinja. Yang pertama adalah minimal menggunakan tiga batu atau satu namun memiliki tiga sisi. Jadi batu satu boleh asalkan ada tiga sisi pojokannya yang digunakan untuk beristinja tapi kalau belum cukup satu gunakanlah tiga batu.

Tiga batu tersebut dapat membersihkan tempat keluarnya kotoran kubul ataupun dubur. Sehingga bila belum bersih maka harus ditambah.  Berikutnya adalah tidak boleh ada tetesan air atau najis lain selain tinja dan air kencing yang mengenai kubur dan dubur. Najis yang keluar saat buang hajat tidak boleh melewati sofhah atau lingkaran batas dubur atau melewati hasafah pucuk zakar atau alat kelamin. Najis yang dibersihkan bukan najis yang sudah kering. Dan terakhir najis yang keluar tidak berpindah ke anggota tubuh lain misalkan selakangan paha dan yang lain-lain jadi posisinya masih di antara dubur dan kubul ada.

adab-adab buang air besar atau hajat yang pertama adalah mendahulukan kaki kiri ketika masuk WC dan mendahulukan kaki kanan ketika keluar dari WC. Jangan berbicara dalam WC kecuali terpaksa. Memakai alas kaki ini lebih utama. Jangan di tempat terbuka. Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain. Jangan buang air atau hajat di air yang tenang atau tidak mengalir. Jangan buang air hajat di air yang tenang. Jangan buang air hajat di lubang-lubang tanah. Dan terakhir ketika di tempat terbuka hendaklah tidak menghadap dan membelakangi kiblat.

Oleh: Ust. Mustain, M.Pd.I (Kepala Bidang Pengembangan BudAI LKPI Unissula) Kajian Fikih Pesantren Mahasiswa Unissula

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *